Posts Subscribe to This BlogComments

Follow Us

Jumat, 03 Juni 2011

Hikmah dibalik Cobaan

Begitu banyak kejadian-kejadian pahit yang manusia hadapi di alam dunia ini. Akan tetapi, sangat disayangkan sekali bagi mereka yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian pahit itu merupakan sebuah keburukan yang mutlak datangnya dari Allah SWT. Kalau kita ingin berpikir sedikit saja, kejadian pahit atau musibah itu tidak semuanya dapat kita katakan adalah keburukan. Kenapa? Apabila setiap musibah itu kita katakan keburukan yang datang dari Allah SWT, maka hal tersebut sangat bertentangan dengan akal yang sehat.

Jika orang yang mengidap penyakit kanker dikarenakan dia selalu mengkonsumsi makanan-makanan junk food padahal dia sendiri telah mengetahui bahwa makanan-makanan itu tidak baik, pantaskah kita mengatakan penyakit yang dialaminya itu datangnya dari Allah (baca: takdir-Nya)?

“Dan semua musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy-Syuura: 30)

Sekarang, bagaimana dengan kejadian-kejadian pahit yang bukan termasuk dari keburukan? Bahkan dapat dikategorikan sebagai jalan menuju kebahagiaan?

Apabila seorang yang ahli dalam bidang tertentu ingin menciptakan atau mengembangkan sesuatu, kebanyakan dari mereka selalu mengalami kesulitan, kegagalan bahkan kehancuran terhadap apa yang mereka ciptakan atau kembangkan. Dari kejadian-kejadian itulah yang merupakan sebab munculnya penelitian, pengkajian dan kemajuan bagi umat manusia. Tanpa kita sadari, sesungguhnya kejadian-kejadian pahit itu telah menghapus banyak kesalahan dan ketergelinciran. Dan lebih jauh lagi bahwa penderitaan demi penderitaan yang dialami manusia merupakan sebab penataan spiritualitasnya menuju kesempurnaan.

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Ujian dan cobaan akan mengembangkan kemampuan manusia sedemikian rupa sehingga ia dapat meraih kesempurnaan-kesempurnaan. Yang diuji dengan kemiskinan, maka dengan kesabaran dan usahalah yang akan membuat manusia berupaya untuk berkembang dan maju. Begitu pula yang diuji dengan kesenangan (kekayaan), maka dengan berupaya menyisihkan sebagian hartanya kepada orang-orang yang tidak mampu dan menyelamatkan kaum lemah dengan mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi juga dapat membuat dia berkembang dan maju.

Perlu diingat bahwa apapun bentuk ujian atau cobaan yang dihadapi adalah sesuai dengan kapasitas kemampuan manusianya itu sendiri. Maka semakin tinggi ilmu dan ketakwaan seseorang, semakin berat pula ujian atau cobaan yang akan dihadapinya.

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.” (QS. Al-Mu’minuun: 62)

Oleh karena itu, barangsiapa yang merasa dirinya telah mengalami banyak peningkatan dalam hal keilmuan dan ketakwaan, maka bersiap-siaplah untuk mendapatkan ujian dan cobaan dari Allah SWT.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabuut: 2)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)

Mari kita renungkan falsafah dari pembuatan pedang berikut ini.

Pedang pada awalnya adalah hanyalah sebuah besi yang tidak berbentuk. Bahkan mungkin berawal dari besi-besi yang berkarat ataupun besi-besi bekas hasil sisa-sisa pabrik yang dapat didaur ulang. Tetapi yang jelas dia berasal dari cairan atau pasir besi hasil tambang.

Besi yang untuk dijadikan pedang harus melalui proses-proses yang cukup dikatakan rumit. Dia harus dibakar untuk dicairkan dan kemudian akan dimasukkan ke dalam cetakan pedang. Setelah dicetak, kemudian akan di celupkan ke dalam air (pendinginan), kemudian akan dipanaskan kembali dengan api yang sangat panas sekali. Sekali waktu dia harus dipukul-pukul untuk dibentuk. Dan dicelupkan lagi ke dalam air untuk didinginkan kembali. Dan seterusnya proses itu berulang-ulang. Setelah pedang itu terbentuk, maka langkah selanjutnya mungkin pabrik akan membuat sedikit ukiran-ukiran didekat gagang pedang tersebut dengan tujuan untuk membuat pedang tersebut terlihat menarik dan indah. Langkah terakhir adalah pengasahan pada daun pedang tersebut untuk membuatnya menjadi tajam sebagaimana tujuan utama pedang itu dibuat. Yang pada akhirnya setelah melewati beberapa proses tersebut, pedang tersebut sudah layak digunakan dan dapat diperjual belikan dengan harga yang sangat tinggi seperti halnya pedang Samurai yang indah, mengkilat dan sangat tajam.

Begitu pula dengan manusia, semakin banyak ujian, cobaan, segala macam terpaan badai kehidupan yang menimpanya, apabila dia menyadari apa yang dihadapinya adalah sebuah penciptaan kesempurnaan terhadap jiwa manusia, maka dia akan menghadapinya dengan penuh kesabaran dan harapan agar dia dapat melewati ini semua dan mendapatkan kesempurnaan jiwa baik dimata Allah maupun dimata manusia. Insya Allah, dia akan menjadi sesosok manusia dewasa yang kuat mental spritual maupun fisik, manusia yang mengeluarkan keindahaan yang terpancar dari dalam jiwanya (inner beauty), manusia yang mempunyai pikiran dan akal sehat yang sangat tajam dalam menyelesaikan segala macam permasalahan hidup di dunia. Dan Insya Allah, di akhirat kelak dia akan dibayar oleh Allah dengan harga yang sangat tinggi, yaitu Surga dan akan duduk bersama para kekasih-Nya yaitu Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang setia. Wallahu a’lam.

Dikutip dari buku “Anda Bertanya, Anda Menjawab” oleh Ayatullah Mohsen Qara’ati dengan sedikit modifikasi dan tambahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 

Fan Page

Label