BILA semua yang ada di alam ini adalah wujud dari keseimbangan-Nya maka keseimbangan itu akan ada untuk semua yang nyata dan abstrak, fisik, maupun nilai-nilai.
Keseimbangan sudah pasti ada pula dalam segala aspek kehidupan sehingga yang terjadi adalah harmoni. Hal itu ada karena Allah SWT menciptakan semuanya dalam kadarnya, dalam keseimbangan yang paling sempurna atas apa yang diciptakan-Nya.
Kadar yang telah Dia lekatkan pada seluruh ciptaan-Nya juga adalah kekuatan atau ruh yang selalu mengarahkan segala yang tercipta kepada keseimbangan.
Begitu pula dalam perekonomian dan kerja bisnis. Keseimbangan juga ada agar roda sistem terus berputar dengan baik. Bahkan setiap kali ketidakseimbangan terjadi, maka kali itu pula ada kekuatan yang memulihkannya kembali.
Kekuatan atau ruh tersebut yang dinamakan oleh Adam Smith, bapak perekonomian kapitalis, sebagai the invisible hand atau tangan gaib. Ruh inilah yang menggerakkan segala sumber daya semesta, baik manusia atau sumber daya lainnya, untuk selalu menuju dan kembali pada keseimbangan.
Di negeri ini, saat bangunan besar perekonomian porak-poranda diterpa badai krisis 1997 hingga beberapa tahun sesudahnya, ketidakseimbangan terjadi pada segala bagian. Dalam era itu yang tetap bediri kokoh adalah sebagian kecil bangunan yang terdapat kadar keseimbangan di dalamnya. Sebut saja bagian itu adalah bangunan perekonomian yang bercorak dan mengandungi nilai-nilai syariah, seperti perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya.
Lebih jauh lagi yang tetap kokoh itu adalah bangunan ekonomi yang memiliki apa yang disebut oleh Umer Chapra sebagai Optimum Islami. Optimum Islami digambarkan sebagai keseimbangan pasar yang mencerminkan realisasi secara terus menerus tingkat efisiensi maupun keadilan yang optimal sesuai dengan maqashid syar’i.
Kini, ruh keseimbangan menuntun para pelaku ekonomi yang menginginkan adanya kebaikan, keharmonisan, dan kesinambungan dalam lapangan ekonomi. Akhirnya, sebagian dari mereka tertambat pada pesona bangunan ekonomi tipe ini yang nilai-nilai berbagi ada di dalamnya.
Ada bagi hasil dan bagi rugi dalam teknis bisnisnya, ada berbagi rezeki dari muzakki kepada mustahik dalam sektor kedermawanan illahiyahnya, dan ada berbagi sumber daya dalam kerja-kerjanya. Nilai-nilai berbagi inilah yang dalam tataran masif akan ikut berperan luar biasa dalam terciptanya Optimum Islami dengan segala keseimbangan di dalamnya.
Bila nilai berbagi telah tak dihiraukan lagi, bila keserakahan sudah membudaya dan keculasan telah menjadi “kebijakan” dalam berniaga dan bekerja, maka kekacauan dan kesemerawutan hidup akan merajalela. Keseimbangan akan pergi, seiring dengan sirnanya semangat berbagi. Namun sekali lagi, akan ada manusia-manusia yang akan akan menariknya kembali ke dalam keseimbangan. Bukahkah sudah seperti itulah kadarnya! Lalu apakah kita adalah sebagian dari manusia yang senantiasa mengarahkan daya dan upaya kita menuju ke keseimbangan itu?
Bagi saya, dan bagi anda yang mungkin berpikir keras tentang bagaimana Optimum Islami itu tercipta. Tak perlu risau akan apa yang bisa kita perbuat. Pahamlah bahwa keseimbangan sistem besar dan kesinambungannya ini akan ada dari hal-hal kecil yang kita perbuat dengan semangat berbagi di dalamnya.
Sebagaimana Zeno, seorang filsuf Yunani mengatakan, ”Bila sebutir gandum jatuh dan berbunyi, maka sekantung gandum yang jatuh akan berbunyi pula. Sebaliknya, bila sebutir gandum jatuh dan tak berbunyi, maka sekantung gandum yang jatuh tidak akan berbunyi pula”.
Dari yang hal kecil semuanya dimulai. Lakukanlah bisnis dan kerja dengan berbagi di dalamnya, dan pandanglah sekeliling dengan semangat berbagi karena keseimbangan itu ada dalam berbagi.
Keseimbangan sudah pasti ada pula dalam segala aspek kehidupan sehingga yang terjadi adalah harmoni. Hal itu ada karena Allah SWT menciptakan semuanya dalam kadarnya, dalam keseimbangan yang paling sempurna atas apa yang diciptakan-Nya.
Kadar yang telah Dia lekatkan pada seluruh ciptaan-Nya juga adalah kekuatan atau ruh yang selalu mengarahkan segala yang tercipta kepada keseimbangan.
Begitu pula dalam perekonomian dan kerja bisnis. Keseimbangan juga ada agar roda sistem terus berputar dengan baik. Bahkan setiap kali ketidakseimbangan terjadi, maka kali itu pula ada kekuatan yang memulihkannya kembali.
Kekuatan atau ruh tersebut yang dinamakan oleh Adam Smith, bapak perekonomian kapitalis, sebagai the invisible hand atau tangan gaib. Ruh inilah yang menggerakkan segala sumber daya semesta, baik manusia atau sumber daya lainnya, untuk selalu menuju dan kembali pada keseimbangan.
Di negeri ini, saat bangunan besar perekonomian porak-poranda diterpa badai krisis 1997 hingga beberapa tahun sesudahnya, ketidakseimbangan terjadi pada segala bagian. Dalam era itu yang tetap bediri kokoh adalah sebagian kecil bangunan yang terdapat kadar keseimbangan di dalamnya. Sebut saja bagian itu adalah bangunan perekonomian yang bercorak dan mengandungi nilai-nilai syariah, seperti perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya.
Lebih jauh lagi yang tetap kokoh itu adalah bangunan ekonomi yang memiliki apa yang disebut oleh Umer Chapra sebagai Optimum Islami. Optimum Islami digambarkan sebagai keseimbangan pasar yang mencerminkan realisasi secara terus menerus tingkat efisiensi maupun keadilan yang optimal sesuai dengan maqashid syar’i.
Kini, ruh keseimbangan menuntun para pelaku ekonomi yang menginginkan adanya kebaikan, keharmonisan, dan kesinambungan dalam lapangan ekonomi. Akhirnya, sebagian dari mereka tertambat pada pesona bangunan ekonomi tipe ini yang nilai-nilai berbagi ada di dalamnya.
Ada bagi hasil dan bagi rugi dalam teknis bisnisnya, ada berbagi rezeki dari muzakki kepada mustahik dalam sektor kedermawanan illahiyahnya, dan ada berbagi sumber daya dalam kerja-kerjanya. Nilai-nilai berbagi inilah yang dalam tataran masif akan ikut berperan luar biasa dalam terciptanya Optimum Islami dengan segala keseimbangan di dalamnya.
Bila nilai berbagi telah tak dihiraukan lagi, bila keserakahan sudah membudaya dan keculasan telah menjadi “kebijakan” dalam berniaga dan bekerja, maka kekacauan dan kesemerawutan hidup akan merajalela. Keseimbangan akan pergi, seiring dengan sirnanya semangat berbagi. Namun sekali lagi, akan ada manusia-manusia yang akan akan menariknya kembali ke dalam keseimbangan. Bukahkah sudah seperti itulah kadarnya! Lalu apakah kita adalah sebagian dari manusia yang senantiasa mengarahkan daya dan upaya kita menuju ke keseimbangan itu?
Bagi saya, dan bagi anda yang mungkin berpikir keras tentang bagaimana Optimum Islami itu tercipta. Tak perlu risau akan apa yang bisa kita perbuat. Pahamlah bahwa keseimbangan sistem besar dan kesinambungannya ini akan ada dari hal-hal kecil yang kita perbuat dengan semangat berbagi di dalamnya.
Sebagaimana Zeno, seorang filsuf Yunani mengatakan, ”Bila sebutir gandum jatuh dan berbunyi, maka sekantung gandum yang jatuh akan berbunyi pula. Sebaliknya, bila sebutir gandum jatuh dan tak berbunyi, maka sekantung gandum yang jatuh tidak akan berbunyi pula”.
Dari yang hal kecil semuanya dimulai. Lakukanlah bisnis dan kerja dengan berbagi di dalamnya, dan pandanglah sekeliling dengan semangat berbagi karena keseimbangan itu ada dalam berbagi.
mksh ilmunya......
BalasHapus